KH. Drs. Mohammad Dawam Anwar
Lahir : Jombang, Jawa Timur, 12 Agustus 1938
Meninggal: Jakarta, 27 Januari 2003
Agama: Islam
Suku: Jawa
Istri: Hj. Dedeh Nurhaidah (Pemilik Koperasi Pondok Pesantren Yapink)
Anak:
Dra. Lily Nabilah, 01-05-1976, Pasca Sarjana IAIN, Jakarta
Ahmad Khalid, 14-07-1979, Al-Azhar, Kairo
Minyatul Ummah, 05-10-1982, Fakultas Tarbiyah INISA AIAY, Bekasi
Samhah Rozan, 06-08-1990, Madrasah Ibtidaiyah Yapink
Pendidikan
Madrasah Tsanawiyah Tebuireng, 1955-1957
Madrasah Aliyah Tebuireng, 1958
Fakultas Hukum Universitas Darul Ulum, Jombang, 1967-1968
Jurusan Sastra Arab Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah, 1968-1975
Pendidikan Nonformal
Bahasa Inggris BPK Penabur, Jakarta,
Penataran Mubalig Internasional Mekkah, 1978
Ayah: H. Anwar (petani)
Ibu: Dewi Rowiyah
Keanggotaan DPR:
Anggota Dewan Syuro PKB, Utusan Partai Politik dari Kabupaten Bekasi, Jawa Barat
Penasehat Fraksi PKB DPR RI
Anggota Fraksi PKB MPR RI
Anggota Komisi II (Hukum dan Dalam Negeri) DPR RI
Wakil Ketua Pansus Dati II Bangka Belitung DPR RI
Anggota Fraksi Persatuan Pembangunan DPRD II, Bekasi, 1977-1982
Ketua Fraksi Persatuan Pembangunan DPRD II, Bekasi, 1982-1987
Pengalaman Kerja
Guru Madrasah Tsanawiyah Banin, Tuban, 1959-1964
Pengajar Pesantren Tuban, Tebuireng, Seblak, Al Falah, Jakarta, 1959-sekarang
Pengajar Pondok Pesantren Yapink Tambun, Bekasi, 1969-sekarang
Pengajar Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1970-1982
Pengajar INISA Tambun, Bekasi, 1984-sekarang
Anggota Komisi Fatwa MUI, Jakarta, 2000-sekarang
Organisasi :
Anggota GP Ansor, Montong, Tuban, 1960-1964
Penasehat IPPNU~1, Jombang Selatan, 1964-1968
Anggota PMII, Jombang, 1964-1968
Anggota Musyawarah Ulama NU, Tabuireng, 1964-1968
Anggota Penerangan DPC PMII, Ciputat, 1970-1972
Anggota Katib Aam PBNU, 1994-1998
Sekretaris Dewan Syuro DPP PKB, 1998-sekarang
Penguasaan Bahasa
Arab, Aktif
Jawa, Aktif
Hobi
Jalan Kaki
Penghargaan:
- Piagam Penghargaan sebagai peserta Seminar Nasional tentang Pengembangan Bahasa Arab
- Piagam Penghargaan dari Universitas Brunei Darussalam sebagai peserta Seminar Internasional
Bicara Kosep Tawasuth Versi NU
Jakarta
27/01/03: Anggota Komisi I DPR dari dari Fraksi Kebangkitan Bangsa KH
Drs Moh. Dawam Anwar (65), meninggal dunia hari Senin, 27/01/03 pukul
12.45 WIB di RSPAD Gatot Subroto karena sakit komplikasi dan sempat
menjalani cuci darah. Disemayamkan di rumah duka Jl Hasanudin No 226
Tambun-Bekasi, sebelum dimakamkan di TPU Tambun, Bekasi. Ia meninggalkan
seorang istri Dedeh Nurhaidah dan empat orang putra-putri.
Almarhum
kelahiran Jombang ini mengawali karir politiknya sejak 1960-1964
sebagai anggota GP Ansor Montong, Tuban, kemudian 1964-1968 sebagai
penasehat IPPNU Jombang Selatan dan anggota PMII Jombang, merangkap
sebagai anggota Musyawarah Ulama NU Tebu Ireng. Pada 1970-1972 pindah ke
Ciputat dan menjabat sebagai anggota PMII dan Penerangan GP Ansor
Ciputat.
Kemudian pada 1977-1987 terpilih menjadi anggota DPRD
Dati II Bekasi dari PPP dan Syuriah NU Kabupaten Bekasi. Pada 1994-98
menjabat Katib PBNU. Lalu menjabat Sekretaris Dewan Syuro DPP-PKB sejak
1998 hingga akhir hayatnya. Almarhum juga berprofesi sebagai pengajar di
beberapa pondok pesantren antara lain di Tuban, Tebu Ireng, Seblak, dan
Al Falah-Jakarta, Yapink Tambun dan sejak 1984 hingga sekarang di Inisa
Tambun, Bekasi.
Kosep Tawasuth Versi NU
Sehabis sholat Isya,
Abdullah Nasiruddin dan Syarif Abu Bakar dari AFKAR mengunjungi KH.
Dawam Anwar, Pimpinan Pondok Pesantren Nurul Kasysyaf Tambun Bekasi di
kediamannya di Hay Asyir. Tokoh yang merupakan Katib Am PBNU Pusat ini
berbicara panjang lebar tentang konsep yang dianut NU dalam berpolitik
dan tanggapan terhadap berbagai macam ide-ide yang kontroversial yang di
lontarkan tokoh reformis NU Dr.KH. Said Aqil Siroj (Katib PBNU Pusat)
Dr. Said Aqil menyatakan bahwa doktrin politik NU selama ini adalah menjauhi anarki (fitnah), apakah ini benar?
Pernyataan
beliau tersebut tidak proposional dan mengada-ngada, justru NU lah yang
banyak berperan aktif dalam upaya meredam berbagai macam gejolak anarki
yang terjadi pada masyarakat, bukti kongkritnya ketika jaman revolusi,
NU mengeluarkan resolusi jihad dalam usaha menumpas gerakan G-30 S PKI
jadi bukan hanya menjauhi anarki sebagai mana yang beliau nyatakan atau
yang disebutkan oleh Masyumi hanya nunut urip (menyambung hidup ) akan
tapi Doktrin NU yang lebih tepat adalah bertindak tepat dan
proporsional.
Beliau juga mengatakan seharusnya doktrin tersebut
lebih dikembangkan lagi berdasarkan sikap positif atas realitas sosial
politik, yakni upaya mengedepankan prinsip demokrasi dan HAM serta
penegakan keadilan dan hukum?
Yang perlu ditekankan di sini model
demokrasi yang bagaimana? Apakah demokrasi yang didengungkan oleh barat
yaitu dengan liberalnya atau format demokrasi yang lain. Di sini perlu
ditegaskan dan dirumuskan kembali, jangan-jangan bertentangan dengan
Demokrasi Pancasila yang dianut oleh pemerintah selama ini. Juga
mengenai hukum, apakah meniru model hukum barat yang justru membuat
kacau umat Islam karena mereka telah mempraktekkan hukum tersebut,
mengapa beliau tidak menyinggung hukum yang telah dirumuskan oleh Islam,
justru kalau kita mempraktekkan hukum Islam secara konsekuen maka
berbagai macam tindakan kriminalitas itu akan teredam
Tapi konsep tawassut yang dianut NU selama ini ternyata meniru yang dirumuskan Asy’ari, Al- Baqilani, alias tiru-tiruan?
Bukan
begitu! Sebenarnya NU tidak mengarah ke sana, bahkan konsep tawassut
tersebut sudah lama dipegang NU sejak masih bergabung bersama Masyumi
dan itu merupakan hasil kongres para ulama dahulu. Sekarang maunya Said
itu bagaimana sih? Apa kalau kita mengadopsi dari sana engga boleh? Apa
lantas kita engga boleh mengambil dari ihya? Enak saja. Jadi NU itu
tidak akan bertindak ekstrim sebagai-mana dilakukan Masyumi yang
akhirnya dibubarkan karena melakukan tindakan ekstrim. Jadi NU masih
tetap dengan semboyannya ud’u ila sabili robbik.
Ternyata yang menjadi pegangan NU selama ini adalah fiqh syiasinya al-Mawardi dengan al-Ahkam Assultoniah-nya?
Saya
kira itu bukan satu-satunya masih banyak lagi kitab-kitab yang menjadi
pegangan NU dan ini bukan masalah, jadi kalau NU semata-mata mengambil
Fiqih syiasinya dari Mawardi ini tidak etis sekali dan seolah -olah
memojokan NU. Justru yang lebih tepat NU mengambil dari Al-Quran dan
Al-Hadist. Sedangkan Al-Mawardi sebagian kecil saja yang menukil dari
Al-quran dan Al-hadist dan secara kebetulan sesuai dengan NU.
Benarkah konsep jalan tengah yang ditawarkan NU selama ini hanya sebatas dalam rangka menjaga harmoni?
Ini
tidak benar, dalam muktamar NU tidak ada yang menyatakan keputusan
tersebut (hanya menjaga harmoni ). Ini mungkin hanya rekayasa Said saja
dan ini sangat bid’ah sekali. Sebenarnya NU tetap melaksanakan ud’u ila sabili robika dan jalan tengah tersebut harus kita tempuh. Apa kita mau menempuh yang tatorrup yasari atau yamini?
Seharusnya dijelaskan bagusnya yang bagaimana? Bukan hanya sekedar
menafsiri Khittoh kita yang dipakai oleh NU terus disimpulkan
seolah-olah negatif.
Oct 2, 2012
Guru ku KH. Drs. Mohammad Dawam Anwar
7:02 AM
Hijab Syar'i Jual hijab khimar, Inspirasi Islam, Keluarga Samawa, KIsah Hidup, Sirrul Qolb, Wawasan Umum
No comments
0 komentar:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.